Khotbah Malam Natal (Yes. 9: 1-6;
Tit 2: 11-14; Luk 2: 1-14)
"Jangan
takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk
seluruh bangsa"
saudara-iku yang terkasih dalam Tuhan…..
saudara-iku yang terkasih dalam Tuhan…..
Ada
sebuah cerita dimana Tono dan Tini (nama samaran) sudah kurang lebih satu tahun
menikah, membangun keluarga baru, dan belum lama ini dianugerahi anak pertama.
Sejak kelahiran anak mereka yang pertama ini baik Tono maupun Tini berubah dan
gaya hidup atau cara bertindak. Bagi Tini, misalnya di tengah malam tiba-tiba
bayinya menangis dan untuk itu ia pun terbangun menghibur dan menimangnya
sehingga tertidur lagi. Tangisan, cara hidup sang bayi memang sungguh merubah
gaya hidup Tini, antara lain kurang tidur, hidup tidak teratur, namun meskipun
demikian ia tidak mengeluh atau mengesah dan juga tidak merasa lelah. Bagi Tono
sendiri juga mengalami perubahan: begitu pulang kantor ia cepat-cepat pulang,
dan di waktu malam ketika tidur juga mengalami gangguan karena sang bayi yang
menangis, dan jika dihitung ia pun juga mengalami kurang tidur. Sama seperti
Tini ia tidak mengeluh atau mengesah karena hal itu, melainkan bahagia dan
bangga.
Saudara-iku
yang terkasih dalam Tuhan……
Kelahiran
seorang anak di dalam keluarga maupun masyarakat memang membawa banyak
perubahan. Perubahan yang terjadi pada umumnya mengarah ke lebih bahagia, lebih
sejahtera dan lebih bersaudara atau saling mengasihi. Hanya orang gila, kurang
beriman atau kurang kasih akan menjadi uring-uringan atau permusuhan di antara
mereka ketika ada seorang anak manusia lahir di dunia. Kelahiran bayi, anak
manusia sungguh membawa perubahan dan tentu saja yang ideal adalah perubahan
atau pembaharuan hidup yang semakin dikasihi oleh Allah dan sesama manusia.
Hari ini kita mengenangkan atau merayakan kelahiran seorang bayi istimewa,
Yesus Kristus, Penyelamat Dunia; kelahiran atau kedatanganNya di dunia ini
menjadi 'kesukaan besar untuk seluruh bangsa'.
Saudara-iku
yang terkasih dalam Tuhan…..
Berita
atau Kabar Gembira tentang kelahiran Penyelamat Dunia pertama-tama diterima
oleh para gembala domba, yang hidup di padang belantara, bukan oleh orang-orang
Betlehem, yang tidak studi memberi penginapan bagi Yosep dan Maria yang sedang
mengandung Penyelamat Dunia. Para gembala menjadi simbol atau menggambarkan
orang-orang yang mendambakan perubahan hidupnya, terbuka akan segala kesempatan
dan kemungkinan, sementara itu orang-orang Betlehem menggambarkan orang yang
telah 'mapan', tertutup terhadap segala perubahan, kesempatan atau kemungkinan
dan dengan demikian mereka kurang peka terhadap suara-suara utusan Allah. Maka
dengan kemapanan tersebut orang-orang Betlehem tidak mampu menikmati Warta
Gembira atau 'kesukaan besar' yang datang dari Allah; sebaliknya para
gembalalah yang pertama-tama menerima Warta Gembira itu dan kemudian
meneruskannya kepada sanak-saudaranya.
Saudara-iku
yang terkasih dalam Tuhan…….
Rasanya
jika kita menghendaki menerima Kabar Gembira tersebut perlu meneladan semangat
para gembala, yaitu 'terbuka pada penyelenggaraan Ilahi, terbuka akan aneka
macam perubahan, kemungkinan dan kesempatan'. Dan ketika ada perubahan,
kesempatan atau kemungkinan baru kita tidak perlu menjadi takut untuk berubah.
Eccelsia semper reformanda est = Gereja senantiasa harus diperbaharui, demikian
kata pepatah. Siapa itu Gereja? Gereja tidak lain adalah kita semua yang telah
mengimani Yesus Kristus dan secara formal/liturgis telah menerima Sakramen
Inisiasi (Baptis, Krisma dan Ekaristi/Komuni Kudus). Untuk itu memang
dibutuhkan keutamaan kerendahan hati, entah meneladan para gembala yang dengan
kebesaran hati dan penyerahan diri menerima perlakuan dari sesamanya atau
meneladan Dia, yang adalah Allah, yang dengan rendah hati telah menjadi Manusia
sama seperti kita kecuali dalam hal dosa. Dengan dan dalam kerendahan hati kita
dapat berubah atau memperbaharui diri; secara konkret dalam hidup bersama, kita
perlu bekerja atau belajar rendah hati, dan dengan demikian kita siap untuk
menerima 'pemberitaan-pemberitaan atau warta-warta baru' yang datang dari Allah
melalui sesama dan kegiatan atau kesibukan kita sehari-hari.
Saudara-iku
yang terkasih dalam Tuhan…..
Jika,
entah dalam hidup bersama, bekerja atau belajar, kita tidak rendah hati maka
kita tidak mungkin memperoleh 'hal-hal baru' (keterampilan, pengetahuan,
kenalan, sahabat dst..) yang kita butuhkan untuk hidup berbahagia, sukacita
atau selamat-sejahtera. Dengan kata lain: meneladan semangat para gembala
berarti kita siap dididik atau dibina terus menerus (ongoing education, ongoing
formation) atau berjiwa magis (berkehendak untuk melebihi diri sendiri terus
menerus).
Saudara-iku
yang terkasih dalam Tuhan….
Berjiwa
magis atau mendidik diri terus menerus perlu dijiwai oleh kegembiraan atau
sukacita. Dalam kegembiraan atau sukacita berarti metabolisme darah dan syaraf
berfungsi secara prima yang berdampak membuat otak encer dan hati segar
berbinar-binar serta tubuh sehat bugar akan membuat orang yang bersangkutan
lancar dan tegar dalam pembelajaran atau pendidikan. Sebaliknya jika orang
dalam keadaan sedih dan putus asa maka ia akan mengalami kesulitan dalam
pertumbuhan dan perkembangan, dan penampilannya pun tidak menarik untuk dilihat
atau dinikmati. Orang yang gembira dan ceria senantiasa menarik bagi banyak
orang, tua, muda, remaja atau anak-anak; coba lihat 'orang gila yang senantiasa
nampak ceria dan senyum terus', bukankah ia menarik dan membuat yang lain
terhibur, gembira juga.
Saudara-iku
yang terkasih…
Tentu
saja keceriaan dan senyum kita bukan karena sakit, tetapi karena kesetiaan dan
kemurahan hati Allah, yang telah berkenan hadir di tengah-tengah menjadi
Manusia, terhadap kita orang lemah dan berdosa: Emmanuel, Allah berserta kita.
"Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar;
mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen,
seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan "Yes 9: 2
Dalam
sorak-sorai, kegembiraan atau sukacita itulah kita tumbuh berkembang atau
berubah. Perubahan ke arah mana yang kita dambakan? Kutipan surat Paulus kepada
Titus mengatakan "Ia mendidik kita supaya kita meninggalkan kefasikan dan
keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah
di dalam dunia sekarang ini". Amin